Welcome...
Kang roni
click here

Selasa, 08 Oktober 2013

Adab dan Akhlak Mulia


Hiasilah diri dengan adab dan akhlak mulia
Islam meninggikan dan mengutamakan orang-orang yang mau menghiasi diri mereka dengan akhlak yang mulia. Dalam sebuah hadits,Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,Sebaik-baik kalian adalah yang paling mulia akhlaknya” (HR Bukhari dan Muslim)
Dan beliau juga bersabdaSesungguhnya yang paling aku cintai di antara kalian dan yang paling dekat tempattinggalnyadenganku pada hari kiamat adalah yang paling mulia akhlaknya” (HR. Tirmidzi, shahih)
Dengan adab dan akhlak mulia pulalah kelak pada hari kiamat timbangan kebaikan seseorang bisa lebih berat daripada timbangan kejelekannya sebagaimana sabda Nabi, “Tidak ada sesuatu pun yang lebih berat dalam timbangan seorang mukmin pada hari kiamat daripada akhlak yang mulia” (HR. Tirmidzi,shahih)
Sumber adab dan akhlak mulia
Jikalah seseorang mau mempelajari bagaimana adab dan akhlak yang melekat pada diri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tentu itu lebih dari cukup baginya. Tidaklah perlu lagi seseorang mempelajari berbagai ilmu etika yang bersumber dari negara barat atau kebudayaan mana pun. Segala adab dan akhlak yang mulia tersebut sudah beliau contohkan dan praktikkan dalam kehidupan beliau. Sebagaimana Allah berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah” (QS. Al Ahzab: 21). Dan firman-Nya (yang artinya), Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung” (QS. Al Qalam: 4)
Bahkan mencontohkan dan mempraktikkan adab dan akhlak mulia adalah salah satu tugas utama yang beliau emban sebagai seorang rasul, sebagaimana beliau bersabda, “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia” (HR Bukhari dalam Al Adabul Mufrad)
Dengan demikian, jika seseorang ingin mempelajari adab dan akhlak mulia maka tiada lain sumbernya adalah Al Qur’an dan hadits-hadits Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kepada Siapa dan Dimana Harus Beradab dan Berakhlak Mulia?
Jika ditinjau dari objeknya, adab dan akhlak mulia di dalam Islam bisa ditemui dilima objek:
  1. Adab kepada Allah, yaitu adab bagaimana seseorang berinteraksi dengan Allah dan syariat-Nya, semisal dalam beribadah, berdoa, bertawakkal, berprasangka, bersyukur, dan takut kepada Allah.
  2. Adab kepada Al Quran, yaitu adab bagaimana seseorang berinteraksi dengan Al Quran, semisal bagaimana adab membacanya, menghafalnya, menjaganya, dan mengamalkannya.
  3. Adab kepada Rasulullah, yakni bagaimana adab seseorang berinteraksi dengan Rasulullah dan ajarannya, semisal bagaimana mencintai, mentaati, dan memuliakan beliau.
  4. Adab kepada diri sendiri, semisal bagaimana seseorang mensucikan dirinya, baik secara zohir dan secara batin.
  5. Adan kepada makhluk Allah, semisal kepada orang tua, guru, karib kerabat, tetangga, dan masyarakat secara umum. Termasuk juga bagaimana berinteraksi dengan binatang dan tumbuhan.
Atau jika ditinjau dari dari keadaannya, adab dan akhlak mulia yang diatur oleh Islam juga bisa ditemukan ketika makan, minum, berkendara, berbicara, tidur, mandi, menuntut ilmu, berpakaian, dan seterusnya, yang tak satu pun keadaan di dalam kehidupan keseharian ini kecuali telah diatur bagaimana adab dan akhlaknya.
Beradab dan berakhlak mulia dalam bermasyarakat
Dengan penjelasan demikian, maka bisa diketahui bahwa dalam setiap detil kehidupan ini, Islam telah mengatur bagaimana seseorang harus beradab dan berakhlak mulia padanya. Diantara adab yang semakin lama semakin penting untuk dipelajari dan diamalkan adalah adab dan akhlak di dalam bermasyarakat. Hal tersebut dikarenakan manusia adalah makhluk sosial yang satu sama lain saling berinteraksi dengan interaksi yang semakin lama semakin kompleks. Agar di dalam interaksi sosial tersebut tidak tercipta adanya gesekan-gesekan yang bisa berujung pada problematika sosial, seperti kekerasan, kerusuhan, kesenjangan, dan lain-lain, maka penting bagi seseorang untuk mengetahui adab dan akhlak yang diajarkan oleh Islam di dalam bermasyarakat.Berikut di antara sedikit contoh bagaimana beradab dan berakhlak mulia di dalam bermasyarakat berserta ayat dan hadits yang memerintahkannya:
[1[ Cintailahsaudaramu sebagaimana mencintai diri sendiri
Tidak beriman seseorang di antara kalian sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri” (HR. Bukhari dan Muslim).
[2] Muliakan tamu dan tetanggamu
Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia memuliakan tetangganya. Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia memuliakan tamunya” (HR. Bukhari dan Muslim)
[3] Berbuat baiklah kepada temanmu
Sebaik-baik teman di sisi Allah Ta’ala adalah yang paling berbuat baik kepada temannya” (HR. Tirmidzi, shahih)

[4] Tolonglah saudaramu yang kesulitan
Barang siapa yang membantu seorang muslim dan menghilangkan kesulitan yang ada pada dirinya dari kesuliatan-kesulitan dunia, maka Allah akan hilangkan baginya kesuliatan dari kesulitan-kesulitan di hari kiamat kelak” (HR. Muslim)
[5] Balaslah kejelekan orang lain dengan kebaikan
Barangsiapa memaafkan dan berbuat baik (kepada orang yang berbuat jahat) maka pahalanya dari Allah” (QS. Asy Syur: 40)
[6] Berterimakasihlah atas kebaikan orang lain
Tidaklah bersyukur kepada Allah seseorang yang tidak berterima kasih kepada manusia” (HR. Bukharidalam Al AdabulMufrad)
[7] Tebarkanlah salam
Maukah kalian aku tunjukkan suatu amalan yang jika kalian kerjakan niscaya kalian akan saling mencintai? Tebarkanlah salam di antara kalian” (HR.Tirmidzishahih)
[8] Hormati yang tua, sayangi yang muda
Bukanlah termasuk golongan kami, orang yang tidak menghormati yang lebih tua, dan tidak menyayangi yang lebih muda…” (HR. Ahmad, hasan)
[9] Amankan tangan dan lisanmu
Seorang muslim yang baik adalah yang membuat kaum muslimin yang lain selamat dari gangguan lisan dan tangannya” (HR. Bukhari)
Penutup
Demikian sedikit pembahasan mengenai adab dan akhlak mulia di dalam Islam. Sepatutnya kita pula bermohon kepada Allah agar senantiasa diberikan akhlak yang mulia dengan doa yang telah diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Allāhumma kamaa hassanta khalqi, fahassin khuluuqi(Ya Allah, sebagaimana Engkau telah membaguskan tubuhku, maka baguskanlah akhlakku)” (HR. Ahmad, shahih)
Penulis : Muhammad Rezki Hr, S.T. // Alumni Ma’had Al ‘Ilmi Yogyakarta
Muroja’ah : UstadzArisMunandar, M.PI
Ziyadah : ILMU DUNIA DAN ILMU AGAMA
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat…” (QS. Al Mujadalah : 11)
Dalam ayat tersebut, Allah Ta’ala memuliakan dua golongan manusia dengan mengangkat derajat mereka dengan beberapa derajat, yaitu orang yang beriman dan orang yang diberi ilmu. Orang yang beriman sudah jelas dengan imannya dia memang pantas untuk mendapatkan kemuliaan dari Allah, namun yang menjadi pertanyaan adalah siapakah yang dimaksud oleh Allah sebagai orang yang diberi ilmu? Dan apakah ilmu itu adalah ilmu agama (syar’i) atau ilmu dunia?
Ilmu syar’i adalah ilmu yang sesungguhnya
Syaikh’Utsaimin mengatakan, “Adapun ilmu yang kita maksud adalah ilmu syar’i, -yaitu- ilmu yang diturunkan oleh Allah kepada Rasul-Nya berupa keterangan dan petunjuk. Maka ilmu yang di dalamnya terkandung pujian dan sanjungan adalah ilmu wahyu, yaitu ilmu yang diturunkan oleh Allah saja. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,Barangsiapa dikehendaki kebaikan oleh Allah, maka Dia akan menjadikannya faham tentang agamanya” (HR. Bukhari). (LihatKitabul ‘Ilmi)
Bagaimana dengan ilmu dunia?
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu (yaitu orang-orang kafir Mekah)dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya (semisal orang munafik, yahudi) sedang Allah mengetahuinya”. (QS : Al Anfal:60).
Syaikh As Si’dirahimahullah mengatakan, ”Yang dimaksud dengan “kekuatan apa saja yang kamu sanggupi” adalah semua hal yang kalian mampu baik itu berupa kekuatan yang bersifat akal pikiran (non fisik), fisik serta persenjataan dan lain sebagainya berupa hal-hal yang dapat membantu untuk memerangi mereka. Maka termasuk dalam hal tersebut bidang perindustrian peralatan perang berupa artileri, senapan mesin, peluru, pesawat, armada darat dan laut, benteng pertahanan, pesawat perang. Demikian juga strategi yang membuat kaum muslimin terdepan dan mampu mencegah keburukan yang diberikan lawan-lawan mereka, mempelajari cara-cara menembak, meningkatkan keberanian dan semangat dan perencanaan”. (Taisir Karimir Rohman, hal 302)
Kesimpulan
Dapat kita simpulkan Ilmu yang Allah ‘Azza wa Jalla puji dalam Al Qur’an dan melalui lisan Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam adalah ilmu agamaNamun demikian tidak dapat kita pungkiri bahwa ilmu yang lain pun mengandung manfaat, dengan memperhatikan dua batasan. Jika ilmu itu bisa membantu dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah dan membela agama-Nya serta bermanfaat bagi manusia, maka ilmu itu merupakan ilmu yang baik dan bermanfaat. Intinya ilmu selain ilmu agama (yakni ilmu dunia) yang bisa menjadi sarana kebaikan ataupun sarana kejelekan, maka hukumnya sesuai dengan pemanfaatannya. Wallahul muwaffiq.
Penulis : HasimIkhwanudin// SantriMa’had Al ‘Ilmi Yogyakarta

Senin, 07 Oktober 2013

Tahukah Kamu, Di Manakah Allah?


Oleh: Yulian Purnama
Ada sebuah pertanyaan penting yang cukup mendasar bagi setiap kaum muslimin yang telah mengakui dirinya sebagai seorang muslim. Setiap muslim selayaknya bisa memberikan jawaban dengan jelas dan tegas atas pertanyaan ini, karena bahkan seorang budak wanita yang bukan berasal dari kalangan orang terpelajar pun bisa menjawabnya. Bahkan pertanyaan ini dijadikan oleh Rasulullah sebagai tolak ukur keimanan seseorang. Pertanyaan tersebut adalah “Dimana Allah?”.
Jika selama ini kita mengaku muslim, jika selama ini kita yakin bahwa Allah satu-satunya yang berhak disembah, jika selama ini kita merasa sudah beribadah kepada Allah, maka sungguh mengherankan bukan jika kita tidak memiliki pengetahuan tentang dimanakah dzat yang kita sembah dan kita ibadahi selama ini. Atau dengan kata lain, ternyata kita belum mengenal Allah dengan baik, belum benar-benar mencintai Allah dan jika demikian bisa jadi selama ini kita juga belum menyembah Allah dengan benar. Sebagaimana perkataan seorang ulama besar Saudi Arabia, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin: “Seseorang tidak dapat beribadah kepada Allah secara sempurna dan dengan keyakinan yang benar sebelum mengetahui nama dan sifat Allah Ta’ala” (Muqoddimah Qowa’idul Mutsla).
Sebagian orang juga mengalami kebingungan atas pertanyaan ini. Ketika ditanya “dimanakah Allah?” ada yang menjawab ‘Allah ada dimana-mana’, ada juga yang menjawab ‘Allah ada di hati kita semua’, ada juga yang menjawab dengan marah sambil berkata ‘Jangan tanya Allah dimana, karena Allah tidak berada dimana-mana’. Semua ini, tidak ragu lagi, disebabkan kurangnya perhatian kaum muslimin terhadap ilmu agama, terhadap ayat-ayat Allah dan hadits-hadits Rasulullah yang telah jelas secara gamblang menjelaskan jawaban atas pertanyaan ini, bak mentari di siang hari.
Allah bersemayam di atas Arsy
“Dimanakah Allah?” maka jawaban yang benar adalah Allah bersemayam di atas Arsy, dan Arsy berada di atas langit. Hal ini sebagaimana diyakini oleh Imam Asy Syafi’I, ia berkata: “Berbicara tentang sunnah yang menjadi pegangan saya, murid-murid saya, dan para ahli hadits yang saya lihat dan yang saya ambil ilmunya, seperti Sufyan, Malik, dan yang lain, adalah iqrar seraya bersaksi bahwa tidak ada ilah yang haq selain Allah, dan bahwa Muhammad itu adalah utusan Allah, serta bersaksi bahwa Allah itu diatas ‘Arsy di langit, dan dekat dengan makhluk-Nya” (Kitab I’tiqad Al Imamil Arba’ah, Bab 4). Demikian juga diyakini oleh para imam mazhab, yaitu Imam Malik bin Anas, Imam Abu Hanifah (Imam Hanafi) dan Imam Ahmad Ibnu Hambal (Imam Hambali), tentang hal ini silakan merujuk pada kitab I’tiqad Al Imamil Arba’ah karya Muhammad bin Abdirrahman Al Khumais.
Keyakinan para imam tersebut tentunya bukan tanpa dalil, bahkan pernyataan bahwa Allah berada di langit didasari oleh dalil Al Qur’an, hadits, akal, fitrah dan ‘ijma.
1. Dalil Al Qur’an
Allah Ta’ala dalam Al Qur’anul Karim banyak sekali mensifati diri-Nya berada di atas Arsy yaitu di atas langit. Allah Ta’alaberfirman yang artinya:
“Allah Yang Maha Pemurah bersemayam di atas Arsy (QS. Thaha: 5)
Ayat ini jelas dan tegas menerangkan bahwa Allah bersemayam di atas Arsy. Allah Ta’ala juga berfirman yang artinya:
“Apakah kamu merasa aman terhadap Dzat yang di langit (yaitu Allah) kalau Dia hendak menjungkir-balikkan bumi beserta kamu sekalian sehingga dengan tiba-tiba bumi itu bergoncang” (QS. Al Mulk: 16)
Juga ayat lain yang artinya:
“Malaikat-malaikat dan Jibril naik kepada Rabb-Nya dalam sehari yang kadarnya lima puluh ribu tahun” (QS. Al-Ma’arij: 4). Ayat pun ini menunjukkan ketinggian Allah.
2. Dalil hadits
Dalam hadits Mu’awiyah bin Hakam, bahwa ia berniat membebaskan seorang budak wanita sebagai kafarah. Lalu ia bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menguji budak wanita tersebut. Beliau bertanya: “Dimanakah Allah?”, maka ia menjawab: “ Di atas langit”, beliau bertanya lagi:“Siapa aku?”, maka ia menjawab: “Anda utusan Allah”. Lalu beliau bersabda: “Bebaskanlah ia karena ia seorang yang beriman” (HR. Muslim).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah bersabda yang artinya:
“Setelah selesai menciptakan makhluk-Nya, di atas Arsy Allah menulis, ‘Sesungguhnya rahmat-Ku mendahului murka-Ku’ ” (HR. Bukhari-Muslim)
3. Dalil akal
Syaikh Muhammad Al Utsaimin berkata: “Akal seorang muslim yang jernih akan mengakui bahwa Allah memiliki sifat sempurna dan maha suci dari segala kekurangan. Dan ‘Uluw (Maha Tinggi) adalah sifat sempurna dari Suflun (rendah). Maka jelaslah bahwa Allah pasti memiliki sifat sempurna tersebut yaitu sifat ‘Uluw (Maha Tinggi)”. (Qowaaidul Mutslaa,Bab Syubuhaat Wa Jawaabu ‘anha)
4. Dalil fitrah
Perhatikanlah orang yang berdoa, atau orang yang berada dalam ketakutan, kemana ia akan menengadahkan tangannya untuk berdoa dan memohon pertolongan? Bahkan seseorang yang tidak belajar agama pun, karena fitrohnya, akan menengadahkan tangan dan pandangan ke atas langit untuk memohon kepada Allah Ta’ala, bukan ke kiri, ke kanan, ke bawah atau yang lain.
Namun perlu digaris bawahi bahwa pemahaman yang benar adalah meyakini bahwa Allah bersemayam di atas Arsytanpa mendeskripsikan cara Allah bersemayam. Tidak boleh kita membayangkan Allah bersemayam di atas Arsydengan duduk bersila atau dengan bersandar atau semacamnya. Karena Allah tidak serupa dengan makhluknya. AllahTa’ala berfirman yang artinya:
“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Allah” (QS. Asy Syura: 11)
Maka kewajiban kita adalah meyakini bahwa Allah berada di atas Arsy yang berada di atas langit sesuai yang dijelaskan Qur’an dan Sunnah tanpa mendeskripsikan atau mempertanyakan kaifiyah (tata cara) –nya. Imam Malik pernah ditanya dalam majelisnya tentang bagaimana caranya Allah bersemayam? Maka beliau menjawab: “Bagaimana caranya itu tidak pernah disebutkan (dalam Qur’an dan Sunnah), sedangkan istawa (bersemayam) itu sudah jelas maknanya, menanyakan tentang bagaimananya adalah bid’ah, dan saya memandang kamu (penanya) sebagai orang yang menyimpang, kemudian memerintahkan si penanya keluar dari majelis”. (Dinukil dari terjemahAqidah Salaf Ashabil Hadits)
Allah bersama makhluk-Nya
Allah Ta’ala berada di atas Arsy, namun Allah Ta’ala juga dekat dan bersama makhluk-Nya. Allah Ta’ala berfirman yang artinya:
“Allah bersamamu di mana pun kau berada” (QS. Al Hadid: 4)
Ayat ini tidak menunjukkan bahwa dzat Allah Ta’ala berada di segala tempat. Karena jika demikian tentu konsekuensinya Allah juga berada di tempat-tempat kotor dan najis, selain itu jika Allah berada di segala tempat artinya Allah berbilang-bilang jumlahnya. Subhanallah, Maha Suci Allah dari semua itu. Maka yang benar, Allah Ta’alaYang Maha Esa berada di atas Arsy namun dekat bersama hambanya. Jika kita mau memahami, sesungguhnya tidak ada yang bertentangan antara dua pernyataan tersebut.
Karena kata ma’a (bersama) dalam ayat tersebut, bukanlah kebersamaan sebagaimana dekatnya makhluk dengan makhluk, karena Allah tidak serupa dengan makhluk. Dengan kata lain, jika dikatakan Allah bersama makhluk-Nya bukan berarti Allah menempel atau berada di sebelah makhluk-Nya apalagi bersatu dengan makhluk-Nya.
Syaikh Muhammad Al-Utsaimin menjelaskan hal ini: “Allah bersama makhluk-Nya dalam arti mengetahui, berkuasa, mendengar, melihat, mengatur, menguasai dan makna-makna lain yang menyatakan ke-rububiyah-an Allah sambil bersemayam di atas Arsy di atas makhluk-Nya” (Qowaaidul Mutslaa, Bab Syubuhaat Wa Jawaabu ‘anha) .
Ketika berada di dalam gua bersama Rasulullah karena dikejar kaum musyrikin, Abu Bakar radhiallahu’anhu merasa sedih sehingga Rasulullah membacakan ayat Qur’an, yang artinya:
“Janganlah engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita” (QS. Taubah: 40)
Dalam Tafsir As Sa’di dijelaskan maksud ayat ini: “ ’Allah bersama kita’ yaitu dengan pertolongan-Nya, dengan bantuan-Nya dan kekuatan dari-Nya”. Allah Ta’ala juga berfirman yang artinya:
“Dan apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), sesungguhnya Aku qoriib (dekat). Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia berdoa kepadaKu” (QS. Al Baqarah: 186)
Dalam ayat ini pun kata qoriib (dekat) tidak bisa kita bayangkan sebagaimana dekatnya makhluk dengan makhluk. Dalam Tafsir As Sa’di dijelaskan maksud ayat ini: “Sesungguhnya Allah Maha Menjaga dan Maha Mengetahui. Mengetahui yang samar dan tersembunyi. Mengetahui mata yang berkhianat dan hati yang ketakutan. Dan Allah juga dekat dengan hamba-Nya yang berdoa, sehingga Allah berfirman ‘Aku mengabulkan doa orang yang berdoa jika berdoa kepada-Ku’ ”. Kemudian dijelaskan pula: “Doa ada 2 macam, doa ibadah dan doa masalah. Dan kedekatan Allah ada 2 macam, dekatnya Allah dengan ilmu-Nya terhadap seluruh makhluk-Nya, dan dekatnya Allah kepada hambaNya yang berdoa untuk mengabulkan doanya” (Tafsir As Sa’di). Jadi, dekat di sini bukan berarti menempel atau bersebelahan dengan makhluk-Nya. Hal ini sebenarnya bisa dipahami dengan mudah. Dalam bahasa Indonesia pun, tatkala kita berkata ‘Budi dan Tono sangat dekat’, bukan berarti mereka berdua selalu bersama kemanapun perginya, dan bukan berarti rumah mereka bersebelahan.
Kaum muslimin, akhirnya telah jelas bagi kita bahwa Allah Yang Maha Tinggi berada dekat dan selalu bersama hamba-Nya. Allah Maha Mengetahui isi-isi hati kita. Allah tahu segala sesuatu yang samar dan tersembunyi. Allah tahu niat-niat buruk dan keburukan maksiat yang terbesit di hati. Allah bersama kita, maka masih beranikah kita berbuat bermaksiat kepada Allah dan meninggakan segala perintah-Nya?
Allah tahu hamba-hambanya yang butuh pertolongan dan pertolongan apa yang paling baik. Allah pun tahu jeritan hati kita yang yang faqir akan rahmat-Nya. Allah dekat dengan hamba-Nya yang berdoa dan mengabulkan doa-doa mereka. Maka, masih ragukah kita untuk hanya meminta pertolongan kepada Allah? Padahal Allah telah berjanji untuk mengabulkan doa hamba-Nya. Kemudian, masih ragukah kita bahwa Allah Ta’ala sangat dekat dan mengabulkan doa-doa kita tanpa butuh perantara? Sehingga sebagian kita masih ada yang mencari perantara dari dukun, paranormal, para wali dan sesembahan lain selain Allah. Wallahul musta’an. [Yulian Purnama]

Pembantaian Mesir: Masjid Pun Menjadi Kamar Mayat


KAIRO,- Kisruh politik yang terjadi di Mesir terus memicu timbulnya korban jiwa. Tercatat sekitar 4500 lebih orang tewas akibat konflik tersebut.
Ratusan mayat akibat memanasnya suhu politik di Mesir sampai tidak terurus. Mayat-mayat dari berbagai keluarga tersebut bahkan harus diungsikan di sejumlah masjid di Kairo. Bahkan menurut laporan dari Al-Jazeera pada hari Kamis 15 Agustus 2013 waktu setempat, bau menyengat mayat sempat tercium dari dalam masjid.
Mayat-mayat itu dibungkus dengan kain kafan. Balok-balok es juga ditempatkan di sekitarnya agar mayat tidak cepat membusuk. Kebanyakan mereka tewas karena luka tembak namun ada juga sebagian yang tewas akibat luka bakar.
Banyak dari korban pembantaian yang dilakukan oleh militer anti mantan Presiden Morsi tersebut berasal dari kalangan sipil yang tidak memiliki senjata. Dikutip dari Republika.co.id, para korban tewas itu merupakan massa yang ikut dalam demonstrasi. Mereka menuliskan namanya di tangan mereka agar ketika terbunuh, mereka mudah teridentifikasi.
Anehnya, meski korban tewas terus berjatuhan namun Mokhtar Qandil, ahil keamanan strategis Mesir mengatakan bahwa tindakan yang dilakukan pasukan Mesir adalah legal.
“Polisi terus mengatakan kepada mereka untuk pergi… kamu aman, kamu bebas, tapi mereka tetap tinggal, mengapa? untuk Mursi? Mursi gagal,” kata Qandil seperti ditulis oleh sumber berita.
Menurut Qandil, polisi sudah melakukan segala tugas dengan baik sehingga korban yang tewas menjadi berkurang. Bentrok yang terjadi pada hari Rabu, 14 Agustus 2013 waktu setempat menimbulkan korban jiwa baik dari pihak militer maupun warga sipil.
Presiden Adly Mansour mengumumkan Mesir dalam keadaan darurat nasional, dan mulai berlaku mulai pukul 04.00 waktu setempat. Akibat peristiwa tersebut Wakil Presiden pemerintahan transisi Mesir, Mohamed ElBaradei, mengundurkan diri dari kursi kepemimpinannya. [mzf]